April 30, 2008
Bekas Paku di Hati
Seorang ayah sangat prihatin dengan keadaan anaknya yang tidak bisa mengontrol emosi. Sampai si ayah meminta anaknya untuk memakukan satu paku ke sebuah dinding, setiap kali si anak marah. Suatu hari si anak menyadari, bahwa dinding itu sudah tidak lagi memiliki tempat untuk dia memakukan satu pakupun. Dia bertanya pada ayahnya "Ayah, tidak ada lagi tempat untuk memakukan paku di dinding ini". Si ayah menjawab " Kalau begitu, coba lah tahan marah mu, dan setiap kali engkau berhasil menahan marah, cabutlah satu paku dari dinding itu. Si anak mulai melakukan itu, dan sampai pada saat dinding itu bersih dari paku-paku. Dia kembali menemui ayahnya dan memberitahukan "Ayah, dinding ini sudah bersih dari paku. Artinya aku sudah berhasil tidak marah-marah lagi ya ayah. Si ayah berkata sambil membelai kepala anaknya "Bagus anakku, kamu sudah berhasil menahan marah. Tapi lihatlah dinding itu. Meskipun dia bersih dari paku, tapi bekas pakunya tidak hilang, dan akan tetap ada di dinding itu" Si anak tercenung sambil menatap dinding yang penuh dengan bekas paku tersebut.
Moral of the story: Marah tidak akan menyelesaikan persoalan. Hanya akan melukai dan meninggalkan goresan luka dihati. Apalagi dilakukan kepada orang-orang tercinta.
Sumber:Cerita ini gue dengar dan baca dengan berbagai versi. Gue ceritakan ulang dengan bahasa gue sendiri.
April 29, 2008
Hidup tanpa para asisten
Setelah 2 hari kemarin OB kantor gue nggak masuk, pagi ini gue menemukan ruangan resepsionis teratur, koran digantung sesuai tanggal, meja-meja rapi, pantry mengkilap, dan wangi kopi yang menyebar nikmat. Gue bisa tebak bahwa hari ini dia sudah masuk kembali. Kemarin? Jangan tanya. Masuk kantor disambut koran yang masih berserakan di meja resepsionis, gelas kopi di meja pantry, meja-meja berantakan, barang-barang yang tidak pada tempatnya, sangat mengganggu pemandangan. Itu baru dia sakit 2 hari, bayangin kalau dia nggak masuk kantor seminggu. Kalau punya OB lebih dari satu, nggak masalah. Tapi punya OB satu-satunya dan tiba-tiba sakit, kita semua langsung merasa invalid.
Di kantor, OB bisa dibilang adalah asistennya semua orang.
Asisten berikutnya, pembantu rumah tangga. Buat yang punya bayi atau tinggal sama orang tua kategori lansia, bisa dipastikan bakal ketergantungan sama PRT. Job desc nya beragam. PRT di keluarga yang punya bayi, bisa difungsikan sebagai babysitter, sementara di keluarga yang ada manulanya, bisa jadi pengasuh manula. Kalau kita bekerja dikantor, ada Sabtu dan Minggu yang kita pakai sebagai hari tanpa bekerja. Bisa leyeh-leyeh, bisa tidur-tiduran sepanjang hari. Tapi lazimnya PRT hanya punya 1 hari libur dalam sebulan. Selebihnya mereka bekerja dengan ritual yang sama setiap hari. Kebayang kan suntuknya seperti apa.
Satu lagi, asisten yang nggak kalah penting adalah supir. Keluarga yang punya anak usia sekolah, sementara orang tua bekerja, pasti sangat bergantung sama supir. Pasangan lansia yang masih sehat, dan masih suka jalan-jalan pasti juga butuh supir. Bahkan, suami istri super sibuk dengan aktivitas tinggi, bisa terganggu kalau sehari saja supirnya nggak masuk.
Kadang-kadang kita suka lupa bahwa peran orang-orang itu juga penting. Kita menganggap mereka cuma orang yang kita gaji, kemudian kita lupakan kebutuhan mereka sebagai manusia. Padahal mereka mungkin nggak menuntut banyak. Sapaan ramah di pagi hari buat OB bisa membuat mereka tersenyum dan merasa "dianggap". . Hari libur buat para PRT membuat mereka lebih segar dan mengalihkan kesuntukan kerja berminggu-minggu. Sesekali memberi tips lebih buat supir bisa membuat mata mereka berbinar karena berpikir akan bisa membawakan martabak untuk keluarganya.
Kalau tiba-tiba harus hidup tanpa asisten...sanggupkah anda?
April 14, 2008
Perhelatan untuk siapa?

Diriku yang sabar ini (waks), masih tolerable dengan hal-hal gak penting kayak gitu, mungkin mereka juga kepengen kali yeee, foto sama mantan pejabat lah, mantan anggota dpr lah, or whatever. Sok atuh..kasih deehh..
Mendekati panggung, kira-kira 2 atau 3 orang di depan gue, ada sepasang bapak ibu yang sudah bersiap-siap mau bersalaman. Tapi disuruh nunggu karena ada yang lagi di foto. Bapak dan ibu ini sudah agak sepuh juga (yang pasti, mereka bukan orang penting, karena gak didahulukan). Menilik gaya berpakaiannya, mereka hanyalah orang 'biasa'. Si bapak pakai baju koko dan berpeci, si ibu pakai abaya. Gue berpemahaman, mereka kerabat dari kampung halaman. Tiba-tiba , mereka dihentikan oleh si pengarah gaya, karena dibelakang mereka ada sepasang bapak ibu laen, yang jelas-jelas berasal dari kasta yang berbeda. Terlihat dari jas si bapak, dan sasak si ibu yang tinggi. Dengan hebatnya, si pengarah gaya meminta mereka dengan gaya polantas yang sok sibuk, untuk mendahului si bapak ibu sederhana yang sudah bersiap-siap untuk bersalaman. Ooohhh.....gue geraaamm setengah mati.
Gini ya,
Kita semua tamu di pesta itu. Kita diundang oleh yang punya pesta dan diharapkan datang untuk memberi ucapan selamat dan doa kepada mempelai dan keluarga. Status kita sama, walaupun kita datang dengan kostum dan penampilan yang berbeda-beda. Apakah orang yang datang pake jas dan sasak tinggi doanya lebih makbul daripada yang dateng pake peci dan pake abaya?? Belum cencyuu...
Si pengarah gaya dengan gayanya yang super norak dan over acting, nggak berhak menghalangi orang yang mau bersalaman seenaknya. Toh memang sudah giliran bapak ibu sederhana itu untuk bersalaman. Kalaupun memang ada yang didahulukan, biasanya escortnya yang menentukan, orang-orang yang akan menyalip antrian. Bukan si pengarah gaya!!
Yang menyalip si bapak ibu itu juga nggak bijaksana. Mereka kan bisa menolak, dan mempersilahkan orang yang memang sudah gilirannya untuk tetap bersalaman. Bukannya malah iya-iya dan manut aja disuruh melakukan hal yang nggak bener!! Mungkin mereka memang merasa lebih berhak duluan, karena sasaknya lebih tinggi.
Ketika disalip, si ibu ber-abaya hendak protes, tapi si bapak menyabarkan. Menghibur istrinya yang hanya bisa menghela nafas dengan wajah muram. Tujuan mereka hanya mengucapkan doa untuk mempelai dan keluarga. Lain tidak. Pastinya mereka jadi merasa tidak pantas ada disitu hanya karena si pengarah gaya tolol yang sok beraksi bergaya ala polantas dijalan.
Hati gue meleleh. Perhelatan itu ada untuk semua orang yang diundang. Harusnya, semua orang juga dipandang sama. Gue hanya bisa menatap benci entah kepada siapa.
April 1, 2008
Siapa Berdoa Untuk Saya
tulisan ini gue ambil dari blognya Bayu Gautama
Untuk semua yang merindukan hadirnya makhluk kecil dalam hidupnya.
Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam sebuah kajian, seorang ibu bertanya, “Sudah duabelas tahun saya menikah, tapi belum dikaruniai anak. Kalau sampai ajal menjemput nanti saya belum juga mendapatkan anak, siapa yang akan mendoakan saya di kuburan?”
Semua mata tertegun, terharu dan juga sedikit bingung memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Beberapa ibu bahkan menitikkan airmata, bisa dirasakan harapan terdalam dari ibu yang bertanya itu. Sebab bagi siapa pun wanita di muka bumi ini, memiliki buah hati dari rahimnya sendiri adalah mimpi terindah, harapan terbesar dan cita-cita tertinggi di sepanjang perjalanan hidupnya.
Namun pertanyaan itu begitu menghentak, betapa setiap orang beriman akan mendapatkan beragam ujian. Salah satunya berkenaan dengan amanah berupa anak. Bagi yang diberi amanah, tetaplah sebuah ujian agar menjaga amanah tersebut sebaik-baiknya. Ibarat seseorang yang menitipkan suatu barang berharga kepada orang lain yang dipercayainya, ia berharap barang tersebut dijaga, dipelihara sebaik mungkin, hingga pada satu saat barang itu harus dikembalikan, tetap dalam keadaan baik.
Bahkan mungkin ketika barang itu belum waktunya diambil pun, si penitip yang melihat orang yang dipercaya itu mampu menjaga amanah dengan baik, maka ia tak akan sungkan menitipkan barang lainnya. Ada dua motivasi yang muncul ketika titipan kedua diberikan, apakah memang ia telah menjaga dengan baik titipan pertamanya, atau, titipan kedua sebagai ujian agar ia mampu berbuat lebih baik lagi.
Begitu pula dengan mereka yang belum diberi kesempatan. Bukan semata karena ia belum layak mendapat amanah, juga bukan karena mereka yang diberi momongan itu lebih baik kualitas diri dan kehidupannya. Ini semua menjadi rahasia Allah, sedangkan sebagai hamba kita hanya bisa berdoa agar Allah kelak memberikan kesempatan itu meski hanya sekali.
Banyak kita jumpai, sepasang suami isteri yang shalih, taat beribadah, berkecukupan, dengan latar belakang pendidikan yang sangat menunjang, namun belum dikaruniai seorang anak. Berbagai upaya sudah dilakukan, dan tak henti berusaha lantaran tak ada sedikit pun masalah medis dalam diri suami isteri tersebut. Jika demikian, doa dan terus bersyukur atas segala rezeki yang telah diterimanya bisa membuat Allah tersenyum dan berkenan menambahkan rezeki lainnya. Tentu saja Allah tahu persis apa yang paling diinginkan setiap hamba, meski tak satu pun hamba yang boleh mendikte keinginan Allah.
Kembali ke pertanyaan di atas, “siapa yang akan berdoa untuk saya sesudah saya mati?” adalah pertanyaan dari hati terdalam seorang ibu yang memendam kerinduan teramat dalam akan hadirnya si buah hati. Makna tertinggi dari harapan sepasang manusia, bukan sekadar bisa menimang dan mengaliri kasih sayang melalui peluk kasih dan sentuhan lembut jemari sang ibu. Tak hanya sebentuk rindu menyanyikan lagu ‘nina bobo’ atau senandung shalawat ketika buah hatinya terlelap dalam belaiannya. Lebih, jelas lebih dari itu. Ia telah menyiapkan segala sesuatunya agar kelak anak-anak yang tumbuh dan keluar dari rahimnya, adalah anak-anak yang memahami betul peran dan multi tanggungjawabnya; kepada Tuhannya, kepada orangtuanya, juga kepada lingkungannya.
Hiburan berupa jawaban, “Meski tidak dikaruniai anak, ibu kan masih punya dua hal lainnya; ilmu yang bermanfaat dan amal shalih” hanya berlaku sesaat. Ketika ia merasa sendiri di rumah, saat suaminya mencari nafkah, suara tangis dan kelakar riang anak-anak akan mengisi hari-hari sepinya.
Siapa wanita yang tak menitikkan air mata kala mengetahui segumpal darah berbentuk janin dititipkan di rahimnya? Air matanya sejernih cintanya, bulir airnya menggugurkan kerinduan teramat dalam di sepanjang hidupnya. Saya berdoa untuk semua saudara yang masih menggenggam rindu ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)